Menguak Kontroversi Pemecatan Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena dari Malut United: Praktik Lazim di Indonesia?

Menguak Kontroversi Pemecatan Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena dari Malut United: Praktik Lazim di Indonesia?
Imran Nahumarury saat melatih Malut United di Liga 2 musim 2023/2024 (c) Muhammad Iqbal Ichsan

Bola.net - Polemik terkait pemecatan Imran Nahumarury dan Yeyen Tumena dari jajaran pelatih Malut United akhirnya menemui titik terang. Manajemen klub asal Maluku Utara itu angkat bicara untuk menjelaskan secara gamblang alasan di balik keputusan tegas tersebut.

Imran yang sebelumnya menjabat sebagai pelatih kepala, serta Yeyen yang mengemban peran Direktur Teknik, secara resmi diberhentikan dari skuad berjuluk Laskar Kie Raha. Padahal dari sisi prestasi, keduanya terbilang cukup berhasil membawa Malut United bersaing di papan atas BRI Liga 1 2024/2025.

Hal itu membuat kabar pemecatan mereka menuai sorotan luas dari publik sepak bola nasional. Apalagi, Imran dan Yeyen dikenal sebagai sosok berpengalaman yang punya rekam jejak kuat di kancah sepak bola Tanah Air, termasuk sebagai eks pemain timnas.

Namun demikian, seperti disampaikan oleh Wakil Manajer Malut United, Asghar Saleh, keputusan tersebut tidak dibuat secara sembarangan. “Tapi kami tidak bisa menutup mata atas berbagai praktik tidak pantas yang dilakukan keduanya,” tegas Asghar dikutip dari Antara.

1 dari 3 halaman

Dugaan Pemotongan Gaji dan 'Setoran' untuk Tampil

Skuad Malut United merayakan gol Wahyu Prasetyo ke gawang Persib Bandung, Jumat (2/5/2025) (c) Dok. Malut United

Skuad Malut United merayakan gol Wahyu Prasetyo ke gawang Persib Bandung, Jumat (2/5/2025) (c) Dok. Malut United

Asghar memaparkan bahwa pemecatan Imran dan Yeyen dipicu oleh pelanggaran berat yang telah terjadi sejak keduanya masih menangani tim di kompetisi Liga 2. Manajemen klub sejatinya telah memberikan kesempatan, namun pelanggaran tersebut kembali terulang.

“Kami kecewa berat. Ada pemain yang mengaku harus menyetor uang agar bisa bermain. Fee pemain juga diambil dan itu jelas melanggar,” ungkap Asghar.

Ia menambahkan bahwa pihak klub memiliki bukti kuat atas dugaan pemotongan gaji dan penarikan uang dari para pemain, baik lokal maupun asing. Menurutnya, hampir seluruh pemain lokal pernah dimintai sejumlah uang demi mendapatkan kesempatan bermain di lapangan.

2 dari 3 halaman

Imran Sampaikan Permintaan Maaf, Yeyen Belum Memberi Respons

Caretaker Timnas Indonesia, Yeyen Tumena (c) Bola.com/M.Iqbal Ichsan

Caretaker Timnas Indonesia, Yeyen Tumena (c) Bola.com/M.Iqbal Ichsan

Asghar turut menyampaikan bahwa Imran telah mengajukan permohonan maaf secara tertulis kepada manajemen. Dalam surat tersebut, Imran mengakui kesalahan dan menyatakan komitmen untuk tidak mengulangi perbuatannya, serta tidak akan memberikan klarifikasi sepihak di media.

"Kami menerima permintaan maaf itu dengan lapang dada dan berharap ini menjadi pelajaran pribadi bagi Imran," kata Asghar.

Berbeda dengan Imran, Yeyen Tumena hingga kini belum menunjukkan respons serupa. Manajemen pun menyatakan siap menempuh jalur hukum apabila tidak ada penyelesaian secara baik-baik.

"Kalau Yeyen tidak ada itikad baik, kami akan bawa ke jalur hukum. Ini bukan soal pribadi, tapi soal menjaga integritas klub dan dunia sepak bola Indonesia," tegas Asghar.

3 dari 3 halaman

Cerita Lama di Sepak Bola Indonesia

Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali (c) Bola.net/Bagaskara Lazuardi

Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali (c) Bola.net/Bagaskara Lazuardi

Pengamat sepak bola nasional, Akmal Marhali, menilai kasus yang terjadi di tubuh Malut United hanyalah bagian kecil dari persoalan yang lebih besar. Ia menyebut praktik serupa sudah lama menjadi rahasia umum dalam dunia sepak bola Indonesia.

“Kasus seperti ini bukan hal baru. Praktik meminta uang agar bisa bermain, atau pelatih dan personalia klub yang mengambil fee dari pemain, terjadi hampir di semua level: Liga 1, Liga 2, bahkan Liga 3, dan 4,” ujar Akmal.

Ia menjelaskan bahwa meskipun sudah ada mekanisme resmi yang mengatur soal fee agen, masih banyak praktik di luar sistem yang melibatkan pemberian gratifikasi atau “uang perantara” tanpa dasar hukum.

“Kalau agen, itu sudah ada aturannya. Tapi kalau pelatih atau direktur teknik yang ikut mengambil bagian dari fee pemain, itu masuk ke ranah gratifikasi. Ini harus dibersihkan demi masa depan sepak bola yang sehat,” pungkasnya.


BERITA TERKAIT

KOMENTAR

BERIKAN KOMENTAR

LATEST UPDATE

LATEST EDITORIAL