
Bola.net - Lazimnya, final Liga Champions identik dengan pertandingan yang sengit dan penuh kehati-hatian. Namun, PSG menepis segala prediksi dengan meraih kemenangan telak 5-0 atas Inter Milan di Munich.
Kemenangan yang sangat mencolok ini bukan hanya mencetak rekor margin terbesar dalam sejarah final kompetisi ini, tetapi juga menjadi penanda performa terbaik PSG sepanjang sejarah klub.
Hasil ini menegaskan perbedaan yang signifikan antara PSG yang dulu dan PSG yang sekarang. Dengan kecepatan, visi, dan efektivitas yang luar biasa, Les Parisiens menunjukkan permainan layaknya tim dari dimensi berbeda, memadukan keindahan dalam penguasaan bola dengan agresivitas mematikan dalam serangan balik.
Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Liga Champions, kamu bisa join di Channel WA Bola.net dengan KLIK DI SINI.
Penampilan Sempurna dari PSG yang Tak Terbendung

PSG memulai pesta gol mereka melalui serangan terorganisir yang indah, diakhiri dengan penyelesaian tajam oleh Achraf Hakimi.
Setelah gol pembuka tersebut, mereka seolah menari di atas kehancuran Inter, mempermainkan lini belakang lawan dengan kombinasi serangan cepat dan cerdas.
Tidak seperti final-final sebelumnya yang sering berakhir dengan skor tipis 2-1 atau bahkan 1-0, PSG meraih kemenangan telak tanpa balas.
Hasil ini bahkan melampaui kemenangan legendaris AC Milan atas Barcelona 4-0 pada tahun 1994. Tim asuhan Luis Enrique tidak hanya menang besar, tetapi juga menampilkan level permainan yang terasa superior.
Setiap lini menunjukkan keselarasan yang sempurna, dan setiap pemain memahami perannya dengan sangat baik.
Inter Milan yang Terlena, Lalu Tersungkur Tanpa Ampun
Di atas kertas, Inter Milan memasuki pertandingan dengan kepercayaan diri yang tinggi. Namun, sejak menit awal, mereka tampak kalah langkah, kalah cepat, dan kehilangan arah permainan.
Sistem permainan Inter terlihat usang dan tidak mampu mengimbangi dinamika serta intensitas serangan PSG. Pemain-pemain senior seperti Calhanoglu dan Mkhitaryan tampak kewalahan menghadapi intensitas tinggi dari lawan.
Kekalahan ini bukan hanya kegagalan teknis, melainkan sebuah tamparan emosional yang amat menyakitkan. Air mata yang tumpah dari para suporter Inter setelah peluit akhir menggambarkan betapa dalam luka yang ditinggalkan oleh malam yang pahit itu.
Luis Enrique Mengukir Sejarah, Para Pemain PSG Bersinar

Kemenangan monumental ini mengantarkan Luis Enrique sejajar dengan jajaran pelatih elit Eropa. Ia kini berhasil menjuarai Liga Champions bersama dua klub berbeda—Barcelona dan PSG—dalam kurun waktu satu dekade.
Beberapa sosok kunci juga bersinar terang. Gianluigi Donnarumma tampil luar biasa sepanjang fase gugur, termasuk dengan penyelamatan krusial saat melawan Arsenal dan aksi tenang di final.
Khvicha Kvaratskhelia menjadi simbol kesuksesan PSG musim ini, menambahkan trofi Liga Champions ke dalam daftar gelar Serie A dan Ligue 1 yang sudah ia koleksi. Sementara itu, Fabian Ruiz semakin memperkuat reputasinya sebagai gelandang kelas dunia.
Ousmane Dembele: Dari Winger Rapuh Menjadi Ujung Tombak Mematikan
Tidak banyak yang menyangka bahwa Ousmane Dembele akan bertransformasi menjadi penyerang tengah kelas dunia.
Namun, di bawah arahan Luis Enrique, ia menjelma menjadi predator tajam yang juga aktif dalam memberikan tekanan kepada lawan.
Sang pelatih bahkan menyebut Dembele layak memenangkan Ballon d'Or, bukan hanya karena gol-golnya, tetapi juga kontribusi tanpa bola. Tekanan tinggi yang diberikan Dembele membuat Inter tidak pernah merasa nyaman saat membangun serangan.
Di pertandingan final, Dembele tidak hanya mencetak gol, tetapi juga secara konstan menebar ancaman dan ketakutan bagi para bek Inter. Pergerakannya sangat dinamis, penuh kejutan, dan sangat sulit untuk diprediksi.
PSG Lebih dari Sekadar Kumpulan Bintang

Meskipun individu-individu bersinar terang, PSG membuktikan diri sebagai satu unit yang utuh dan solid. Rotasi lini tengah mereka menjadi fondasi permainan yang mematikan dan efisien.
Vitinha dan Fabian Ruiz menampilkan kecerdasan taktis yang tinggi, memungkinkan pemain seperti Hakimi untuk melakukan penetrasi dari sayap. Gol ketiga yang dicetak oleh Desire Doue adalah hasil dari kombinasi brilian yang dimulai dari lini tengah hingga lini depan.
Pergerakan penyerang yang cair—yakni Doue, Kvaratskhelia, dan Dembele—memungkinkan PSG menciptakan ruang tanpa kehilangan keseimbangan. Mereka memainkan sepak bola berbasis kombinasi, bukan sekadar mengandalkan posisi statis.
Momen Bersejarah, Namun Jangan Sampai Terlena
Meskipun kemenangan ini sangat monumental, Luis Enrique dan PSG menyadari betul bahwa Liga Champions bukanlah kompetisi yang menjamin dominasi jangka panjang. Kejayaan ini lahir dari kerja keras dan perhatian pada detail-detail kecil, bukan hanya dari deretan nama besar.
PSG sempat hampir tersingkir oleh Liverpool melalui adu penalti, dan banyak bergantung pada performa Donnarumma saat melawan Arsenal.
Di fase grup pun, performa mereka kurang meyakinkan. Namun pada akhirnya, dunia hanya akan mengenang malam puncak itu. Seperti AC Milan di tahun 1994, PSG kini memiliki malam keemasan yang akan dikenang sepanjang masa.
Jangan Lewatkan!
- Brutal! Simone Inzaghi Dapat Tapiro dOro Usai Kekalahan di Final Liga Champions
- Seberapa Mahal Trofi Liga Champions? Ini Angkanya
- Momen Haru di Final Liga Champions, Luis Enrique Tersentuh oleh Penghormatan Fans PSG untuk Mendiang Putrinya
- Desire Doue Ditunjuk Jadi Pemain Muda Terbaik Liga Champions 2024/2025
- Ousmane Dembele Terpilih Sebagai Player of the Season Liga Champions 2024/2025
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
Delap Gagal, MU Incar Bomber PSG Ini?
Liga Inggris 2 Juni 2025, 20:56
-
Vitinha dan Simfoni Indah di Lini Tengah PSG
Liga Champions 2 Juni 2025, 16:37
LATEST UPDATE
-
Eks Chelsea Ini Bakal Gabung Manchester United di Januari 2026?
Liga Inggris 17 November 2025, 16:22
-
Nasib Tragis 2 Raksasa Afrika: Ketika Nigeria dan Kamerun Gagal ke Lolos Piala Dunia 2026
Piala Dunia 17 November 2025, 16:20
-
Gerard Pique Yakin Timnas Indonesia Suatu Hari Nanti Bakal Lolos ke Piala Dunia
Tim Nasional 17 November 2025, 16:16
-
3 Makanan Indonesia Terfavorit Jay Idzes: Kelezatannya Bikin Kuliner Italia Pun Kalah
Bolatainment 17 November 2025, 16:10
-
Sinyal Pulang Sandro Tonali ke AC Milan Makin Kuat, Ada Klaim Mengejutkan dari Italia
Liga Italia 17 November 2025, 16:07
-
Sir Alex Ferguson Dukung Penuh Ruben Amorim, Doakan Sang Junior Sukses di MU!
Liga Inggris 17 November 2025, 16:07
-
Striker Legendaris MU Beri Wejangan ke Benjamin Sesko Agar Lebih Tokcer, Apa Isinya?
Liga Inggris 17 November 2025, 15:46
-
Inikah Pengganti Altay Bayindir di Skuad Manchester United di 2026?
Liga Inggris 17 November 2025, 15:31
-
Sesko Cedera, MU Impor Striker Lagi dari Jerman?
Liga Inggris 17 November 2025, 15:18
-
Liverpool Dikabarkan Sudah Buka Negosiasi Untuk Gelandang yang Diincar Man United Ini
Liga Inggris 17 November 2025, 15:07
-
Jadwal Lengkap Turnamen Bulu Tangkis BWF 2025: Ayo, Dukung Indonesia!
Bulu Tangkis 17 November 2025, 15:06
LATEST EDITORIAL
-
Tempat Lahirnya Legenda: 10 Stadion Paling Ikonik dalam Sejarah Sepak Bola
Editorial 13 November 2025, 10:55
-
Florian Wirtz Selanjutnya? 10 Rekrutan Terburuk dari Juara Bertahan Premier League
Editorial 12 November 2025, 11:23
-
6 Gelandang yang Bisa Jadi Target Manchester United pada Bursa Transfer Januari 2026
Editorial 12 November 2025, 10:55























KOMENTAR