Hilangnya Kestabilan di Pusat Permainan Timnas Indonesia

Hilangnya Kestabilan di Pusat Permainan Timnas Indonesia
Laga Timnas Indonesia vs Arab Saudi pada Putaran 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia (c) Dok. Saudi National Team/@SaudiNT

Bola.net - Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Timnas Arab Saudi dengan skor 2-3 pada laga pertama Grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di Jeddah, Kamis (9/10/2025) dini hari WIB. Sempat unggul lebih dulu, skuad Garuda justru tumbang akibat kebangkitan tuan rumah. Kekalahan ini meninggalkan satu catatan besar: sektor tengah Indonesia yang belum solid.

Patrick Kluivert menurunkan formasi 4-2-3-1 dengan Marc Klok dan Joey Pelupessy di jantung permainan. Secara teori, kombinasi ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara bertahan dan menyerang. Akan tetapi, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik. Aliran bola macet di lini tengah, sementara serangan lawan kerap menembus tanpa perlawanan berarti.

Dua gol penalti Kevin Diks (menit ke-11 dan 88’) menjadi satu-satunya pelipur lara. Arab Saudi membalas lewat Saleh Abu Al Shamat (17’) serta dua gol Firas Al Buraikan (36’ P, 62’). Di balik hasil itu, terlihat jelas bahwa permasalahan terbesar Timnas Indonesia bukan di depan atau belakang, melainkan di tengah.

1 dari 2 halaman

Lini Tengah yang Tak Efektif

Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert. (c) Bola.net/Abdul Aziz

Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert. (c) Bola.net/Abdul Aziz

Duet Marc Klok dan Joey Pelupessy seolah kehilangan koneksi dalam mengatur ritme permainan. Mereka kesulitan membangun serangan dari bawah dan sering kalah dalam duel perebutan bola. Situasi ini membuat winger seperti Miliano Jonathans dan Beckham Putra kesulitan mendapat suplai yang layak.

Gol pertama Arab Saudi menjadi contoh nyata. Klok yang berusaha menghalau bola justru melakukan clearance buruk. Saleh Abu Al Shamat memanfaatkan kesalahan itu dan melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti. Gol tersebut mengubah momentum dan membuat Indonesia kehilangan kontrol permainan.

Menariknya, ini bukan kali pertama Klok melakukan blunder di kualifikasi. Saat Timnas Indonesia dibantai Irak 1-5 pada November 2023, pemain berusia 32 tahun itu juga melakukan kesalahan yang berujung dua gol lawan. Saat itu, ia bermain dalam sistem 5-3-2 bersama Adam Alis dan Ricky Kambuaya. Catatan ini seolah mengingatkan bahwa Klok belum menemukan bentuk terbaiknya di level internasional.

Masalah lain muncul ketika Kluivert memaksakan pola double pivot dengan karakter dua gelandang bertipe sama. Klok dan Pelupessy sama-sama lebih nyaman bermain sebagai gelandang bertahan ketimbang kreator serangan. Akibatnya, tak ada pemain yang mampu mengalirkan bola cepat ke depan.

2 dari 2 halaman

Kembali ke Tiga Bek, Mengembalikan Keseimbangan

Shin Tae-yong ketika memimpin Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 (c) Abdul Aziz

Shin Tae-yong ketika memimpin Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 (c) Abdul Aziz

Sejak era Shin Tae-yong, Timnas Indonesia terbiasa bermain dengan formasi tiga bek seperti 3-4-3 atau 3-5-2. Formasi itu memberi stabilitas di belakang sekaligus fleksibilitas di tengah. Kombinasi Justin Hubner, Jay Idzes, dan Rizky Ridho telah menjadi fondasi kokoh dalam delapan laga kualifikasi sebelumnya—membawa enam kemenangan dan tujuh clean sheet.

Trio tersebut menjaga pertahanan tetap rapat dan memungkinkan lini tengah bekerja lebih bebas. Dalam sistem itu, dua gelandang bisa bergantian naik tanpa takut kehilangan keseimbangan. Namun, sejak dua uji coba terakhir melawan Chinese Taipei (menang 6-0) dan Lebanon (imbang 0-0), Kluivert justru beralih ke pola empat bek dan kembali melakukannya saat menghadapi Arab Saudi.

Perubahan ini berdampak langsung pada performa sektor tengah. Formasi 4-2-3-1 membuat dua gelandang bertahan bekerja lebih berat menutup ruang, sementara lini depan kesulitan menekan dari area tengah. Padahal, kekuatan utama Garuda dalam era sebelumnya justru ada pada kerapatan antar lini.

Kluivert mungkin ingin membuat Timnas Indonesia bermain lebih menyerang. Akan tetapi, tanpa keseimbangan di lini tengah, sistem apa pun sulit berjalan efektif. Laga melawan Arab Saudi menjadi pengingat bahwa sebelum berbicara soal taktik menyerang, Indonesia harus kembali menemukan kestabilan di pusat permainan mereka—karena dari sanalah ritme dan nyawa sebuah tim dimulai.

Disadur dari: Bola.com/Ana Dewi/Wiwig Prayugi, 9 Oktober 2025


BERITA TERKAIT

KOMENTAR

BERIKAN KOMENTAR

LATEST UPDATE

LATEST EDITORIAL