
Bola.net - Pressing telah menjadi semacam obsesi dalam sepak bola modern, seolah menjadi syarat utama untuk meraih gelar juara. Namun, final Liga Champions 2025 yang mempertemukan PSG dan Inter Milan menunjukkan arah yang berbeda: kualitas teknis justru menjadi penentu utama.
Kedua finalis memang memiliki kemampuan untuk menekan lawan dengan intensitas tinggi, tetapi justru kemampuan mereka dalam menguasai bola yang lebih menonjol. Final ini bukan sekadar adu stamina dan agresivitas, melainkan sebuah duel para gelandang jenius yang lebih suka mengontrol bola ketimbang mengejarnya.
Ketika pertandingan besar biasanya ditentukan oleh siapa yang paling agresif, laga ini berpotensi mengubah narasi yang ada. Kita tidak lagi berbicara tentang siapa yang paling cepat merebut bola, melainkan siapa yang paling cerdas dalam menggunakannya.
Agar kamu tidak ketinggalan informasi terbaru seputar Liga Champions, kamu bisa join di Channel WA Bola.net dengan KLIK DI SINI.
Evolusi Pressing: Dari Senjata Utama Menjadi Sekadar Pelengkap
Selama satu dekade terakhir, pressing telah mendominasi diskursus taktik sepak bola. Kecepatan berlari dan agresivitas dianggap sebagai kualitas wajib, bahkan dianggap lebih penting daripada keterampilan mengolah bola.
Namun, ketika pemain dipilih karena daya lari alih-alih kemampuan menguasai bola, sepak bola kehilangan daya tarik estetisnya. Apa jadinya jika bintang dunia justru lebih senang saat lawan menguasai bola demi bisa melakukan pressing?
Kritik Ralf Rangnick terhadap Cristiano Ronaldo menjadi contoh ekstrem dari tren ini. Ronaldo dianggap tidak cocok karena kurang antusias dalam melakukan pressing, padahal esensi sepak bola adalah menguasai bola, bukan hanya sekadar merebutnya.
PSG: Pressing Cerdik dan Lini Tengah Bertalenta
PSG di era baru tidak lagi mengandalkan trio non-defensif seperti Messi, Neymar, dan Mbappe. Kini, mereka tampil kompak, agresif, namun juga memukau secara teknis di lini tengah.
Joao Neves merangkum filosofi mereka dengan baik: "Kami lebih baik bermain dengan bola. Cara terbaik bertahan adalah dengan membawa bola di kaki," katanya sebelum semifinal melawan Arsenal.
Neves, Fabian Ruiz, dan Vitinha membentuk poros di lini tengah yang tidak hanya kuat dalam merebut bola, tetapi juga sangat nyaman dalam menguasainya. Rotasi posisi mereka seringkali membuat lawan kebingungan membedakan siapa yang bermain sebagai regista, mezzala, atau trequartista.
Inter Milan: Harmoni Kreatif di Jantung Permainan
Inter Milan justru tampil lebih teknikal dibandingkan PSG. Gelandang terdalam mereka, Hakan Calhanoglu, memulai karier sebagai playmaker klasik sebelum bertransformasi menjadi pengatur ritme permainan seperti Pirlo.
Di depannya, Henrikh Mkhitaryan yang dulu dikenal sebagai pencetak gol andalan kini berperan sebagai penghubung antar lini yang lebih tenang dan berpengalaman. Pada usia 36 tahun, ia tampil layaknya seorang maestro sejati di pertandingan-pertandingan besar.
Nicolo Barella melengkapi trio lini tengah ini dengan energi dan kecerdasan. Ia mungkin dikenal karena intensitasnya, namun kini lebih sering membuat keputusan matang ketimbang hanya berlari tanpa arah.
Strategi Tanpa Bola yang Berbasis Kecerdikan
Baik PSG maupun Inter tetap melakukan pressing, namun bukan pressing buta. Mereka menyesuaikan pola, terkadang menggunakan man-to-man marking, terkadang menerapkan skema zona dengan jebakan kolektif.
Uniknya, Inter jarang mengandalkan kemampuan dribbling individu untuk membuka ruang. Sebaliknya, mereka mengedepankan passing dan rotasi posisi, bahkan melibatkan bek tengah untuk maju ke lini tengah saat membangun serangan.
Semua itu muncul sebagai respons terhadap tekanan tinggi dalam sepak bola modern. Daripada melawan pressing dengan tenaga, mereka memilih untuk bermain dengan otak dan kecerdasan.
Final Liga Champions 2025: Adu Otak, Bukan Otot
Pressing tetap menjadi aspek penting, namun bukan elemen yang paling memesona dari laga final kali ini. Siapa pun pemenangnya, fokus seharusnya tertuju pada kualitas teknikal lini tengah yang akan menentukan ritme permainan.
PSG, dengan poros Neves–Ruiz–Vitinha, menawarkan harmoni antara kekuatan fisik dan flair dalam bermain. Inter Milan membalas dengan trio veteran cerdas mereka: Calhanoglu, Mkhitaryan, dan Barella.
Final ini bisa menjadi titik balik bagi sepak bola modern. Ketika dunia mulai merasa jenuh dengan sepak bola berbasis tekanan, para maestro lini tengah siap membuktikan bahwa menguasai bola tetap merupakan seni tertinggi dalam permainan ini.
Jadwal Final Liga Champions
Final UCL 2024/2025
- Pertandingan: PSG vs Inter Milan
- Stadion: Allianz Arena
- Hari: Minggu, 1 Juni 2025
- Kick off: 02:00 WIB
- Siaran langsung: SCTV
- Live streaming: Vidio >>> (((klik di sini)))
Jangan Lewatkan!
- Revolusi Senyap Luis Enrique: Ubah PSG Jadi Monster Tak Terkalahkan
- Ada yang Beda, Final Liga Champions Kali Ini Adalah Final Impian
- Donnarumma vs Sommer di Final UCL 2025: Siapa Lebih Tangguh?
- Riwayat Pertemuan Luis Enrique vs Inter Milan: Pernah Menang Telak 4-0, Sekarang Bawa Ambisi PSG
- Kekayaan Rp148 Triliun, Bos PSG Nasser Al-Khelaifi Lebih Suka Bekerja di Balik Layar
TAG TERKAIT
LATEST UPDATE
-
Dua Gol Haaland Tak Cukup Selamatkan Man City, Pertanda Belum Bisa Bangkit?
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 06:59 -
Kevin De Bruyne Bungkam Kritik dengan 7 Sentuhan Ajaib di Liga Champions
Liga Champions 3 Oktober 2025, 06:49 -
Kylian Mbappe: Pemain dengan Kaki Api, Bebas Bergerak, dan Sangat Berbahaya!
Piala Dunia 3 Oktober 2025, 05:51 -
Alisson Becker Cedera Parah, Liverpool Kehilangan Kiper Utama Cukup Lama!
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 05:46 -
Terungkap! MU Hampir Bawa Pulang Solskjaer Sebelum Tunjuk Amorim sebagai Pelatih
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 05:41 -
David Silva Ungkap Impian Besar untuk Pep Guardiola, Apa Itu?
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 05:36 -
Frank Lampard Angkat Coventry City, Dari Tim Terlupakan Jadi Penantang Promosi
Liga Inggris 2 Oktober 2025, 23:38
LATEST EDITORIAL
-
7 Pemain Premier League yang Kariernya Bisa Selamat Jika Pindah Januari
Editorial 2 Oktober 2025, 14:29 -
5 Top Skor Sepanjang Masa Liga Champions, Mbappe Mulai Mendekat
Editorial 2 Oktober 2025, 13:55
KOMENTAR