
Bola.net - Tragedi Kanjuruhan menyisakan cerita pilu bagi banyak pihak, tidak terkecuali bagi jurnalis yang meliput momen tersebut. Yona Arianto menceritakan bagaimana upayanya untuk membantu memberi pertolongan medis bagi korban.
Jurnalis kliktimes.com, Yona Arianto mengaku sangat sulit lepas dari bayang-bayang kejadian mengerikan tersebut. Meski berusaha melupakan, mimpi buruk itu selalu hadir saat dirinya tengah sendirian.
"Kalau pulang ke rumah pasti kepikiran. Masih emosional rasanya mengingat momen malam itu," ungkapnya kepada Bola.com.
Pria asal Malang itu merupakan satu di antara jurnalis yang meliput pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kab. Malang (1/10/2022). Ia sama sekali tak mengira kerusuhan yang pecah bakal sebesar ini.
Ikuti Kata Hati
Ia masih berada di atas tribune media saat kerusuhan pecah. Tetapi ia langsung mencari jalan turun ke ruang media saat asap gas air mata mengarah ke tribune tempatnya bertugas meliput pertandingan.
Sambil menunggu keterangan pers, ia mengaku khawatir dengan kondisi yang terjadi. Terlebih dia melihat langsung tembakan gas air mata diarahkan ke tribune penonton.
Benar saja, tak berselang lama Aremania, suporter Arema FC, berteriak meminta tolong ke ruang media. Mereka membopong rekan-rekannya yang sudah lemas karena menghirup gas air mata.
"Tolong... tolong...! Begitu mendengar kata itu enggak perlu pikir panjang lagi. Saya enggak tega melihatnya. Tapi saya fokus membantu yang digotong ke lorong itu saja. Enggak sampai keluar," jelasnya.
Selamatkan Anak Kecil
Yona mengingat ada seorang bapak yang meminta tolong sambil memegangi anaknya yang terus merintih kesakitan ke ruang evakuasi. Ia sudah tak sanggup lagi untuk membopong dirinya sendiri.
"Langsung saya gendong anak itu, seperti ingat anakku sendiri di rumah. Saya bawa ke ruang medis dan saya suruh terus nangis. Itu cara saya biar dia terus bergerak, karena kan pasti matanya sakit, napasnya juga susah," ujarnya.
"Enggak tahu apa anak ini sembuh atau gimana, trauma atau gimana. Tapi aku sudah memberi yang aku bisa."
Beri CPR dan Napas Buatan
Tak hanya membantu korban mendapatkan penanganan dari tim medis, ia pun juga berinisiatif melakukan apapun yang ia bisa seperti memberikan CPR (Resuitasi Jantung Paru) dan napas buatan kepada korban.
"Sebetulnya tidak tahu sudah meninggal atau gimana, tapi dalam kondisi lemas. Saya karena bukan orang medis jadi masih yakin anak ini masih ada nyawa. Terus insiatif sama temen-temen lain ditekan di ulu hatinnya, tetapi enggak ada respons," katanya.
"Akhirnya enggak bisa, aku coba bantu ke satunya lagi sama ada tim medis perempuan. Dia minta tolong untuk menekan disini (ulu hatinya), kalau diangkat tidak ada reaksi diminta beri napas buatan. Itu juga sudah aku coba."
"Ini emosional sebagai sesama manusia, dia bukan hewan atau gimana. Ini manusia. Padahal saya juga enggak tahu anak siapa, rumahnya di mana, pokoknya bisa ada sedikit nyawalah. Seperti temanku sendiri."
"Sebelum ada tim medis juga coba bantu lihat denyut nadinya. Tetapi anak itu sudah pucat. Apa yang bisa aku bantu keluarkan tenaga di tengah kondisi terengah-engah ternyata hasilnya seperti itu. Rasanya sedih, percuma gitu apa yang tak keluarkan gitu, percuma."
Dua Orang di Depanku Tiada
Walaupun tak memberikan respons, Yona coba terus melakukan apapun untuk menyadarkan korban kedua yang ditanganinya. Sayangnya, takdir sudah berkehendak lain.
"Sampai tak kaploki (sampai aku tampar), ayo mas sadar-sadar, setidaknya dia bisa dengar teriakanku. Tetapi apa daya yang sudah dilakukan sambil jongkok itu, tim medis bilang ini sudah gak ada nyawanya. Hitungan detik langsung lemas," sesalnya.
"Aku sampai ditanyain sama anak media lain. Tetapi nyawa anak yang tak bantu itu enggak ada, rasanya bingung. Tetapi oksigen juga enggak ada."
"Mau nulis gemetaran enggak bisa mikir mau nulis apa. Ini nyawa, dua orang di depanku mati. Belum lagi yang ada di ruang media akhirnya meninggal juga," katanya.
Bawa Sepatu Korban
Buntut dari gas air mata yang dilepaskan terasa hingga ke ruang media. Yona pun keluar dengan rekan-rekannya dari lorong VIP. Tetapi ia juga 'mengajak' sepatu korban untuk pergi meninggalkan Kanjuruhan.
"Akhirnya saya keluar, tetapi aku bawa sepatunya anak lelaki yang meninggal itu. Satu saja sepatu, bukan sepasang. Sama anak-anak ditanyain 'ngapain bawa sepatu anak itu, kalau kamu dicariin gimana?'" ingatnya.
"Enggak apa-apa, nanti tak ajak ngomong anaknya. Setidaknya sudah ada yang aku ingat. Jadi aku keluar stadion sambil bawa sepatunya entah yang kanan atau yang kiri," jelasnya.
Disadur dari Bola.com: Wahyu Pratama/Wiwig Prayugi, 5 Oktober 2022
Baca Ini Juga ya Bolaneters:
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
Komentar Pentolan Green Nord Ihwal Potensi Perdamaian Bonek dan Aremania
Bola Indonesia 5 Oktober 2022, 20:03 -
Tragedi Kanjuruhan, Jokowi Minta Sepak Bola Indonesia Berbenah
Bola Indonesia 5 Oktober 2022, 19:12 -
Update Korban Tragedi Kanjuruhan Hingga 5 Oktober 2022: 131 Nyawa Melayang
Bola Indonesia 5 Oktober 2022, 16:09 -
Silvio Junior Kenang Tragedi Kanjuruhan: Semua Serba Cepat, Benar-benar Gila
Bola Indonesia 5 Oktober 2022, 15:29
LATEST UPDATE
-
Ryan Gravenberch Siap Antar Liverpool Bangkit di Stamford Bridge
Liga Inggris 4 Oktober 2025, 11:47 -
Real Madrid Disebut-sebut dalam Lagu di Album Baru Taylor Swift, Ada Apa Nih?
Bolatainment 4 Oktober 2025, 11:22
LATEST EDITORIAL
-
5 Pemain Manchester United yang Bakal Diuntungkan Jika Ruben Amorim Dipecat
Editorial 3 Oktober 2025, 15:31 -
7 Pemain yang Mampu Cetak Lebih dari 800 Gol, Ronaldo Nomor 3
Editorial 3 Oktober 2025, 15:04 -
7 Pemain Premier League yang Kariernya Bisa Selamat Jika Pindah Januari
Editorial 2 Oktober 2025, 14:29
KOMENTAR