
Bola.net - Pekan terakhir Serie A 2024/2025 menjadi titik nadir bagi Lazio. Bermain di kandang sendiri, mereka dipermalukan Lecce dengan skor tipis 0-1. Ironisnya, Lecce harus bermain dengan sepuluh orang sepanjang babak kedua.
Gol tunggal Lassana Coulibaly di menit ke-43 menjadi pembeda. Hasil ini menyelamatkan Lecce dari jeratan degradasi, tetapi menenggelamkan harapan Lazio untuk tampil di kompetisi Eropa. Dengan 65 poin, Lazio sebenarnya menyamai raihan Fiorentina, tapi kalah head-to-head setelah dua kali dikalahkan 2-1 oleh La Viola.
Nasib serupa dialami AC Milan. Rossoneri kalah di final Coppa Italia dan menutup musim dengan finis di posisi delapan. Dua raksasa Italia itu akhirnya harus rela absen dari panggung Eropa—sebuah ironi yang mencolok bagi dua nama besar Serie A.
Lazio dan Retaknya Hubungan dengan Tifosi
Kekalahan dari Lecce bukan sekadar kegagalan di lapangan, tetapi juga mengguncang hubungan emosional antara pemain Lazio dan suporternya. Seusai peluit akhir di Olimpico, para pemain dihujani cemooh dan diminta menjauh dari Curva Nord alih-alih memberi penghormatan. Atmosfer yang sunyi berubah jadi tegang dan penuh amarah.
Mattia Zaccagni dan Pedro memilih bertahan. Namun, alih-alih diapresiasi, keduanya justru mendapat kritik tajam dari kelompok ultras. Momen ini menjadi simbol retaknya kepercayaan antara tim dan pendukung, penutup musim yang getir bagi Biancocelesti.
Pelatih Marco Baroni pun tak mampu menyembunyikan rasa bersalahnya. “Saya sangat merasa bersalah kepada para penggemar dan tim karena mereka tidak pantas mengakhiri musim seperti ini,” ungkapnya kepada DAZN dan Sky Sport Italia. Penyesalan dan emosi mengiringi setiap ucapannya.
Harapan Lazio yang Sirna di Titik Terakhir
Sebelum laga terakhir, Lazio masih berada di posisi keenam dan memiliki peluang untuk menyalip Roma bahkan Juventus. Akan tetapi, kekalahan dari Lecce yang tampil dengan 10 pemain menutup musim dengan cara paling menyakitkan. Harapan itu sirna hanya dalam 90 menit.
“Sayangnya, saya sudah mengingatkan mereka soal ini karena kesan terakhir adalah yang selalu diingat,” ucap Baroni. “Saya melihat beberapa pemain yang pikirannya sudah libur duluan.” Pernyataan ini mengisyaratkan kegagalan mengendalikan ruang ganti saat situasi genting.
Baroni pun mengakui kehancuran timnya di momen-momen krusial. “Tim ini berkembang sepanjang musim dan mulai punya identitas, tapi kami menghancurkannya dalam beberapa laga terakhir,” katanya. Fakta bahwa Lazio tak pernah menang di kandang sejak 9 Februari menjadi bukti nyata kemerosotan.
Lazio: Dari Papan Atas ke Jurang Krisis
Di awal musim, performa Lazio sejatinya cukup menjanjikan. Mereka sempat memuncaki klasemen fase grup Liga Europa dan bersaing di papan atas Serie A. Namun, konsistensi itu runtuh drastis dalam beberapa bulan terakhir, membawa tim ke jurang krisis.
Lazio sempat mencatatkan 42 poin di paruh pertama musim, angka yang mencerminkan performa solid. Akan tetapi, Baroni tak ingin bersembunyi di balik alasan. “Apa pun yang saya katakan sekarang akan terdengar seperti mencari-cari alasan dan saya tidak ingin melakukannya,” tegasnya.
Soal masa depannya, Baroni memilih berhati-hati. “Babak pertama kami tadi sangat lambat. Kami bahkan seperti mencetak gol ke gawang sendiri karena kesalahan sendiri,” ujarnya. “Sekarang waktunya bertemu klub. Untuk saat ini, saya hanya merasakan sakit yang sangat mendalam karena kekalahan ini. Pekan depan, baru kita bisa duduk dan menganalisisnya bersama klub.”
Pekerjaan Rumah yang Menumpuk untuk Lazio dan Milan
Lazio dan Milan kini menghadapi musim panas dengan pekerjaan rumah yang menumpuk. Gagal di Serie A dan Coppa Italia menjadikan musim ini sebagai refleksi keras tentang kegagalan strategi dan manajemen.
Momentum ini harus digunakan sebagai titik balik. Evaluasi menyeluruh, perombakan skuad, dan perencanaan matang jadi keniscayaan jika ingin bangkit. Sebab, publik tak akan menaruh simpati lama kepada tim besar yang tak bisa membuktikan diri.
Saat dua raksasa terjungkal, penyesalan saja tak cukup. Dibutuhkan keberanian, arah yang jelas, dan tekad kuat untuk kembali berdiri tegak. Dalam dunia sepak bola modern, nama besar tak lagi menjamin apa pun tanpa hasil nyata.
Klasemen Serie A
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
Terjungkalnya 2 Raksasa: Musim Pahit Lazio dan AC Milan
Liga Italia 26 Mei 2025, 13:55 -
Link Live Streaming Lazio vs Lecce - Serie A/Liga Italia
Liga Italia 25 Mei 2025, 23:45 -
Prediksi Lazio vs Lecce 26 Mei 2025
Liga Italia 23 Mei 2025, 19:49 -
Liga Italia 19 Mei 2025, 10:34
LATEST UPDATE
-
Dua Gol Haaland Tak Cukup Selamatkan Man City, Pertanda Belum Bisa Bangkit?
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 06:59 -
Kevin De Bruyne Bungkam Kritik dengan 7 Sentuhan Ajaib di Liga Champions
Liga Champions 3 Oktober 2025, 06:49 -
Kylian Mbappe: Pemain dengan Kaki Api, Bebas Bergerak, dan Sangat Berbahaya!
Piala Dunia 3 Oktober 2025, 05:51 -
Alisson Becker Cedera Parah, Liverpool Kehilangan Kiper Utama Cukup Lama!
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 05:46 -
Terungkap! MU Hampir Bawa Pulang Solskjaer Sebelum Tunjuk Amorim sebagai Pelatih
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 05:41 -
David Silva Ungkap Impian Besar untuk Pep Guardiola, Apa Itu?
Liga Inggris 3 Oktober 2025, 05:36 -
Frank Lampard Angkat Coventry City, Dari Tim Terlupakan Jadi Penantang Promosi
Liga Inggris 2 Oktober 2025, 23:38
LATEST EDITORIAL
-
7 Pemain Premier League yang Kariernya Bisa Selamat Jika Pindah Januari
Editorial 2 Oktober 2025, 14:29 -
5 Top Skor Sepanjang Masa Liga Champions, Mbappe Mulai Mendekat
Editorial 2 Oktober 2025, 13:55
KOMENTAR