Kisah Bek Auckland City: Pertaruhan Gaji Bulanan dan Cuti Tahunan Demi Main di Piala Dunia Antarklub

Kisah Bek Auckland City: Pertaruhan Gaji Bulanan dan Cuti Tahunan Demi Main di Piala Dunia Antarklub
Starting XI Auckland City saat melawan Bayern Munchen di laga pertama Piala Dunia Antarklub 2025, 15 Juni 2025. (c) AP Photo/Jeff Dean

Bola.net - Gemerlap panggung Piala Dunia Antarklub 2025 menyajikan janji kemewahan dengan total hadiah mencapai 125 juta dolar untuk sang juara. Namun, di balik angka fantastis itu, tersimpan sebuah realita yang sama sekali berbeda bagi sebagian pesertanya.

Bagi klub amatir Auckland City, turnamen ini bukanlah tentang memperebutkan kekayaan. Kisah mereka adalah tentang pengorbanan, di mana para pemainnya adalah pekerja biasa seperti guru, sopir, dan tukang.

Mereka harus meninggalkan pekerjaan, kehilangan pendapatan, dan bahkan berutang hari cuti demi sebuah kehormatan. Sebuah kehormatan untuk bisa berdiri di panggung yang sama dengan para superstar sepak bola dunia.

Lantas, apa yang mendorong para pejuang dari Selandia Baru ini untuk menempuh jalan terjal tersebut? Inilah potret perjuangan mereka, sebuah kisah tentang harga dari sebuah kebanggaan.

1 dari 3 halaman

Pertaruhan Finansial dan Cuti Tahunan

Bek Auckland City, Adam Mitchell berebut bola dengan pemain Bayern Munchen, Serge Gnabry di Piala Dunia Antarklub 2025. (c) AP Photo/Joshua A. Bickel

Bek Auckland City, Adam Mitchell berebut bola dengan pemain Bayern Munchen, Serge Gnabry di Piala Dunia Antarklub 2025. (c) AP Photo/Joshua A. Bickel

Salah satu potret nyata dari pengorbanan ini datang dari bek mereka, Adam Mitchell. Untuk bisa berlaga di turnamen ini, ia terpaksa meninggalkan profesinya sebagai seorang agen properti.

Dalam sebuah wawancara, Mitchell dengan jujur mengungkapkan konsekuensi dari keputusannya. Ia harus merelakan potensi pendapatannya hilang selama mengikuti turnamen.

"Bisnis saya berjalan hanya berdasarkan komisi," ujar Mitchell pada hari Kamis (19/6/2025).

"Jika saya tidak kembali bekerja, tidak ada pemasukan yang masuk. Tetapi untuk turnamen seperti ini, Anda harus rela berkorban dan itulah yang telah banyak dari kami lakukan," sambungnya.

Tak hanya itu, masalah yang lebih pelik adalah soal jatah cuti tahunan para pemain. Sebagian besar dari jatah cuti mereka ternyata sudah habis terpakai untuk turnamen kualifikasi Oseania tahun lalu.

Mitchell menjelaskan bagaimana situasi tersebut memaksa rekan-rekannya mengambil keputusan sulit. Banyak dari mereka yang kini harus mengambil cuti tanpa dibayar.

"Para pemain yang pergi untuk kualifikasi turnamen ini, kami bermain di Kepulauan Solomon. Itu berlangsung selama tiga minggu," terang Mitchell.

"Beberapa orang sudah kehabisan cuti tahunan. Sebagian bahkan berada dalam hari cuti negatif dan mengambil cuti tanpa dibayar. Jadi, ada baiknya orang-orang mengetahui pengorbanan yang kami lakukan untuk berada di sini," tegasnya.

2 dari 3 halaman

Di Balik Kekalahan Telak dan Rasa Hormat

Para pemain Auckland City memberikan tepuk tangan kepada suporter usai laga melawan Bayern Munchen di Piala Dunia Antarklub 2025. (c) AP Photo/Jeff Dean

Para pemain Auckland City memberikan tepuk tangan kepada suporter usai laga melawan Bayern Munchen di Piala Dunia Antarklub 2025. (c) AP Photo/Jeff Dean

Di atas lapangan, jurang perbedaan antara tim amatir dan raksasa profesional terlihat begitu nyata. Auckland City harus menelan pil pahit saat dibantai 10-0 oleh jawara Eropa, Bayern Munchen.

Kekalahan dengan skor telak tersebut tentu menjadi sebuah pukulan yang menyakitkan. Adam Mitchell pun tak menampik perasaan getir yang ia dan rekan-rekannya rasakan setelah laga usai.

"Kebobolan 10 gol bukanlah perasaan yang menyenangkan," aku Mitchell.

"Tetapi saya pikir kami harus menyadari kaliber tim dan kaliber pemain yang kami hadapi," imbuhnya.

Meski begitu, di balik kekalahan telak itu, tersimpan sebuah sudut pandang yang mengejutkan. Mitchell justru melihat keputusan Bayern untuk menurunkan tim terkuatnya sebagai sebuah tanda penghormatan.

Menurutnya, fakta bahwa Bayern tidak pernah mengendurkan serangan menunjukkan bahwa mereka tidak memandang sebelah mata.

"Fakta bahwa mereka menurunkan tim terkuat mereka dan sama sekali tidak mengendurkan gas, mereka terus menekan dan menekan, yang mana itu tidak bagus bagi kami, tetapi di satu sisi itu adalah sebuah tanda hormat," papar Mitchell.

Mentalitas inilah yang membuat skuad Auckland City tidak patah arang. Dengan dua laga sisa melawan Benfica dan Boca Juniors, mereka bertekad untuk meninggalkan jejak yang membanggakan.

3 dari 3 halaman

Harga Sebuah Kebanggaan

Para pemain Auckland City sebelum laga melawan Bayern Munchen di Piala Dunia Antarklub 2025. (c) AP Photo/Jeff Dean

Para pemain Auckland City sebelum laga melawan Bayern Munchen di Piala Dunia Antarklub 2025. (c) AP Photo/Jeff Dean

Pada akhirnya, semua pengorbanan yang dilakukan para pemain Auckland City adalah demi sebuah kebanggaan. Mereka datang bukan karena uang, tetapi karena telah berjuang untuk mendapatkan hak mereka berada di panggung ini.

Adam Mitchell dengan tegas menepis kritik yang meragukan kelayakan timnya. Baginya, mereka telah membuktikan diri sebagai yang terbaik di konfederasi mereka.

"Kami tidak terlalu ambil pusing dengan para kritikus," kata Mitchell.

"Kami telah mendapatkan hak untuk berada di sini. Orang-orang harus menyadari bahwa kami adalah semi-profesional, tetapi kami memperlakukan latihan dan klub kami seperti klub profesional, dengan sumber daya yang kami miliki," ujarnya.

Tentu, pengorbanan ini juga dirasakan oleh keluarga yang mereka tinggalkan di rumah. Mitchell sendiri berkelakar bahwa istrinya harus rela jarang bertemu dengannya demi mimpi ini.

Namun, ia tahu bahwa semua itu terbayar lunas saat melihat kebanggaan di mata orang-orang yang mereka cintai.

"Melihat saya dan seluruh tim di panggung ini dan tentunya melawan para pemain terbaik di dunia, saya pikir itu adalah momen yang sangat membanggakan," pungkas Mitchell.

"Kami mendapatkan hak untuk berada di sini dan kami bangga berada di sini, dan kami akan memberikan segalanya di atas lapangan," tutupnya.

Sumber: Japantimes


BERITA TERKAIT

KOMENTAR

BERIKAN KOMENTAR

LATEST UPDATE

LATEST EDITORIAL