Krisis Liverpool di Bawah Arne Slot: Ketika Sang Juara Bertahan Kehilangan Identitas

Krisis Liverpool di Bawah Arne Slot: Ketika Sang Juara Bertahan Kehilangan Identitas
Manajer Liverpool Arne Slot berbicara dengan Virgil van Dijk saat pertandingan Liga Champions melawan Eintracht Frankfurt, Kamis, 23 Oktober 2025. (c) AP Photo/Michael Probst

Bola.net - Arne Slot tahu persis di mana letak masalah timnya. Namun, ia belum menemukan solusinya. Setelah Liverpool tumbang 2-3 dari Brentford di Gtech Stadium, pelatih asal Belanda itu hanya bisa mengakui kenyataan pahit.

“Tim-tim lain sudah menemukan cara bermain melawan kami,” ujarnya. “Dan kami belum menemukan jawabannya.”

Kekalahan itu menjadi yang keempat beruntun di Premier League, catatan terburuk Liverpool sejak Februari 2021. Dalam sembilan laga musim 2025/2026, sang juara bertahan kini tampak rapuh, kehilangan kepercayaan diri dan struktur taktik yang selama ini menjadi kekuatan mereka.

Lebih mengkhawatirkan lagi, tiga gol Brentford nyaris identik dengan gol-gol yang sebelumnya juga bersarang ke gawang Liverpool. Dari bola lemparan jauh, serangan balik, hingga kesalahan antisipasi, semuanya menyingkap kelemahan mendasar di lini belakang.

Slot menyadari masalah itu muncul dari banyak perubahan pada musim panas lalu. Namun di balik kejujuran itu, Liverpool kini menghadapi situasi yang mengingatkan pada masa kelam lima tahun silam, saat juara bertahan tiba-tiba kehilangan arah.

1 dari 4 halaman

Kelemahan Taktis yang Berulang

Ekspresi Mohamed Salah dalam laga Premier League antara Brentford vs Liverpool, Minggu (26/10/2025). (c) AP Photo/Dave Shopland

Ekspresi Mohamed Salah dalam laga Premier League antara Brentford vs Liverpool, Minggu (26/10/2025). (c) AP Photo/Dave Shopland

Gol pertama Brentford terjadi lewat skema bola mati yang sederhana. Michael Kayode melempar jauh ke kotak penalti, Kristoffer Ajer menanduk bola ke depan, dan Dango Ouattara menuntaskannya setelah Milos Kerkez gagal membaca situasi. Ini bukan kali pertama Liverpool kebobolan seperti itu.

Bulan lalu, mereka juga dihukum oleh Crystal Palace dengan pola hampir serupa, kehilangan fokus pada fase kedua lemparan jauh. Bahkan pada laga pembuka melawan Bournemouth, celah di antara lini belakang dan kiper kembali terekspos.

Gol kedua Brentford memperlihatkan masalah transisi. Mikkel Damsgaard bebas di lini tengah tanpa tekanan, mengirim umpan kepada Kevin Schade yang lolos dari pengawasan Ibrahima Konate.

Gerakannya cepat, satu lawan satu dengan Giorgi Mamardashvili, yang terlihat ragu dan akhirnya tertipu arah bola. Semua terjadi karena lini tengah Liverpool gagal menutup ruang.

Tanpa Ryan Gravenberch dan Alexis Mac Allister, Arne Slot menurunkan Florian Wirtz, Curtis Jones, dan Dominik Szoboszlai. Trio itu unggul dalam penguasaan bola, tapi lemah dalam duel fisik.

Lawan seperti Brentford yang bermain direct dan agresif menjadi mimpi buruk bagi mereka.

2 dari 4 halaman

Rentetan Bola Panjang dan Masalah Fisik

Slot menyebut bahwa tim-tim lawan kini lebih sering bermain dengan bola-bola panjang melawan Liverpool, dan secara statistik klaim itu benar. Namun yang mengkhawatirkan bukan gaya lawan, melainkan respons timnya. Dalam babak pertama saja, Liverpool hanya memenangkan tujuh dari 17 duel udara.

Brentford tahu betul kelemahan itu. Mereka terus menekan dengan lemparan jauh, bola lambung, dan umpan-umpan ke ruang belakang bek sayap.

Pola tersebut berulang, dan Liverpool gagal beradaptasi. “Kami sudah berlatih bertahan menghadapi lemparan jauh sepanjang hari kemarin,” kata Slot dengan nada getir. “Sulit menang jika mereka memenangkan lebih banyak duel dan bola kedua.”

Gol ketiga Brentford datang dari titik putih setelah pelanggaran Virgil van Dijk terhadap Ouattara di tepi kotak penalti. Keputusan VAR yang menentukan posisi pelanggaran memang bisa diperdebatkan, tetapi tindakan Van Dijk menunjukkan gejala frustrasi, sama seperti pelanggaran serupa Szoboszlai di Istanbul saat melawan Galatasaray.

Masalah Liverpool jelas lebih dalam dari sekadar hasil buruk. Mereka telah menunjukkan tanda-tanda ini sejak awal musim, bahkan ketika menang dalam enam laga pertama.

Beberapa kali mereka membuang keunggulan dua gol dan tetap menang, menutupi masalah struktural yang kini terlihat jelas.

3 dari 4 halaman

Salah, Kerkez, dan Masalah di Sisi Sayap

Ekspresi Mohamed Salah dalam laga Premier League antara Brentford vs Liverpool, Minggu (26/10/2025). (c) AP Photo/Dave Shopland

Ekspresi Mohamed Salah dalam laga Premier League antara Brentford vs Liverpool, Minggu (26/10/2025). (c) AP Photo/Dave Shopland

Salah satu gejala paling mencolok musim ini adalah peran aneh Mohamed Salah. Pemain Mesir itu kerap bermain terlalu sempit, lebih sering membelakangi gawang, dan menjadi target umpan silang ketimbang pelayan serangan.

Slot mencoba menyesuaikan dengan menempatkan Salah lebih lebar di babak kedua melawan Brentford, tapi serangan Liverpool tetap buntu. Salah hanya mencetak gol hiburan di menit ke-89, itu pun setelah Szoboszlai, bukan Wirtz, memimpin tekanan tinggi yang memaksa Ajer kehilangan bola.

Di sisi kiri, Milos Kerkez belum sepenuhnya menyatu dengan Cody Gakpo. Beberapa kali kerja sama mereka gagal, dan satu kesalahan kontrol Kerkez bahkan berujung pada serangan balik berbahaya.

Golnya ke gawang Brentford memang memberi harapan, tetapi lebih merupakan pengecualian daripada tanda perkembangan.

Curtis Jones justru menjadi pemain yang lebih berperan dalam membangun serangan di sayap kiri. Ia berkali-kali memecah pertahanan lewat umpan terobosan untuk Kerkez, tetapi peluang terbaik hanya berakhir di tangan mantan kiper Liverpool, Caoimhin Kelleher.

4 dari 4 halaman

Krisis Struktur dan Ketimpangan Skuad

Rekrutmen musim panas Liverpool memang berani, tetapi meninggalkan lubang besar di belakang. Slot memiliki skuad yang terlalu bertumpu pada lini depan, sementara kedalaman di bek tengah dan bek sayap sangat terbatas.

Dua penyerang mahal, Hugo Ekitike dan Alexander Isak, malah menambah dilema karena belum menemukan keseimbangan dalam sistem.

Lebih parah lagi, Liverpool selalu kebobolan lebih dulu dalam enam laga terakhir di semua ajang, rekor terburuk mereka sejak pencatatan Opta dimulai pada 2013/2014. Perlahan tapi pasti, rasa percaya diri juara itu menguap.


BERITA TERKAIT

KOMENTAR

BERIKAN KOMENTAR

LATEST UPDATE

LATEST EDITORIAL