10 Buku Sepak Bola Terbaik Sepanjang Masa, Wajib Masuk Daftar Bacaan

10 Buku Sepak Bola Terbaik Sepanjang Masa, Wajib Masuk Daftar Bacaan
Andrea Pirlo (c) AFP

Bola.net - Saat tidak ada pertandingan yang bisa disaksikan, buku bisa menjadi pelarian terbaik bagi para penggemar sepak bola. Di dalamnya tersimpan kisah-kisah menarik yang tak kalah seru dibanding drama di atas lapangan.

Buku-buku bertema sepak bola memberikan ruang lebih dalam untuk memahami apa yang terjadi di balik layar. Mulai dari strategi taktik, konflik internal, hingga sisi manusiawi dari para pemain dan pelatih.

Bahkan, beberapa di antaranya lebih menggugah daripada film dokumenter atau tayangan olahraga. Emosi yang disampaikan terasa lebih mendalam dan meninggalkan kesan yang kuat.

Para penulisnya pun beragam, mulai dari jurnalis ternama hingga mantan pemain yang mengisahkan pengalaman pribadinya. Hasilnya adalah karya otentik yang kaya akan cerita dan wawasan.

Berikut ini adalah daftar 10 buku sepak bola terbaik sepanjang masa versi kami. Siapkan catatan, siapa tahu salah satunya akan menjadi favorit bacaanmu selanjutnya!

1 dari 10 halaman

1. I Think Therefore I Play

Andrea Pirlo dalam laga persahabatan melawan ISL All-Stars di Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta, Indonesia, 6 Agustus 2014. (c) AP Photo

Andrea Pirlo dalam laga persahabatan melawan ISL All-Stars di Stadion Gelora Bung Karno di Jakarta, Indonesia, 6 Agustus 2014. (c) AP Photo

I Think Therefore I Play adalah cerminan sempurna dari kepribadian Andrea Pirlo yang nyentrik namun penuh kelas. Buku ini tipis, hanya 150 halaman, tapi sarat dengan kisah-kisah menarik yang sulit dilupakan.

Dari kisah batalnya transfer ke Barcelona hingga kebiasaannya bermain PlayStation sebelum laga penting, semuanya dikemas dengan gaya narasi unik. Pirlo menulis dengan santai, tapi tetap filosofis.

Ia bahkan tak segan menyindir dunia sepak bola, menyebut pemanasan sebagai hiburan bagi pelatih fisik. Ini bukan sekadar buku biografi, melainkan jendela ke dalam pikiran salah satu gelandang terbaik generasinya.

2 dari 10 halaman

2. The Greatest Footballer You Never Saw

Bola  dalam laga Liga Champions antara Barcelona vs Benfica, Rabu (12/3/2025) dini hari WIB. (c) AP Photo/Emilio Morenatti

Bola dalam laga Liga Champions antara Barcelona vs Benfica, Rabu (12/3/2025) dini hari WIB. (c) AP Photo/Emilio Morenatti

Robin Friday bukan legenda karena gelar atau statistik, tapi karena gaya hidup dan bakat gilanya. Lewat buku The Greatest Footballer You Never Saw, kisahnya diangkat dengan penuh warna dan kontroversi.

Ia dikenal sebagai pemain jenius yang tak terkendali—minum, kabur dari latihan, hingga masuk bui jadi bagian dari hidupnya. Namun, di lapangan, ia punya magis yang sulit dijelaskan.

Meski bermain di kasta bawah, Friday punya aura luar biasa hingga dihormati rekan setim. “Saya bisa cetak gol pakai tumit, tapi itu kayaknya kurang sopan,” katanya dengan gaya khas usai debut bersama Reading.

3 dari 10 halaman

3. How Not To Be A Professional Footballer

Suporter Arsenal membentangkan bendera besar jelang laga kontra PSG di leg pertama semifinal Liga Champions di Emirates Stadium, Rabu (30/4/2025) dini hari WIB. (c) AP Photo/Kirsty Wigglesworth

Suporter Arsenal membentangkan bendera besar jelang laga kontra PSG di leg pertama semifinal Liga Champions di Emirates Stadium, Rabu (30/4/2025) dini hari WIB. (c) AP Photo/Kirsty Wigglesworth

Paul Merson mungkin tak dikenal karena kepiawaian berbicara di televisi, tapi lewat bukunya How Not To Be A Professional Footballer, ia tampil sangat jujur dan blak-blakan. Ia mengungkap setiap detail pahit-manis dari hidupnya sebagai pesepak bola top Inggris.

Dari momen gemilang di Arsenal hingga keterpurukan akibat alkohol dan judi, Merson menyusun kisah yang menghentak dan tak terlupakan. Buku ini lebih dari sekadar otobiografi; ini adalah peringatan keras bagi generasi muda.

Ia menyoroti budaya destruktif di ruang ganti sepak bola Inggris pada masa itu, dengan gaya ‘humor khas anak tongkrongan’. Cerita Merson menohok tapi tetap menghibur, menjadikannya salah satu kisah sepak bola paling jujur yang pernah ditulis.

4 dari 10 halaman

4. Fear And Loathing in La Liga: Barcelona vs Real Madrid

Alfredo Di Stefano (c) AFP

Alfredo Di Stefano (c) AFP

Awalnya memang butuh usaha ekstra untuk menikmati buku ini, terutama karena fokus pada sejarah panjang kedua klub. Tapi begitu masuk ke inti cerita, buku ini menyuguhkan kisah epik tentang rivalitas paling terkenal di dunia sepak bola.

Nama besar seperti legenda Real Madrid Alfredo Di Stefano dan bintang Barcelona Laszlo Kubala tampil sebagai simbol dari perjalanan dua klub yang dibentuk oleh kekuatan politik dan semangat perlawanan. Kehadiran tokoh seperti Jenderal Franco dan gerakan rakyat Katalunya menambah kedalaman kisah.

Wawancara dengan legenda seperti Hristo Stoichkov dan Johan Cruyff memperkaya narasi yang sudah kuat. Pada akhirnya, Real Madrid dan Barcelona saling membutuhkan untuk tetap hidup dalam identitas dan kebanggaan masing-masing.

5 dari 10 halaman

5. The Damned United

Bola-bola siap di lapangan sebelum pertandingan Premier League antara West Ham United dan Brentford di London Stadium. (c) AP Photo/Steve Luciano

Bola-bola siap di lapangan sebelum pertandingan Premier League antara West Ham United dan Brentford di London Stadium. (c) AP Photo/Steve Luciano

Buku The Damned United bukan dokumenter sejarah, melainkan kisah fiksi psikologis yang menggali sisi gelap kepelatihan Brian Clough di Leeds United. David Peace menulisnya sebagai monolog batin yang intens, berisi amarah, keraguan, dan dendam.

Gaya penulisan yang tegang memperlihatkan hari demi hari Clough di Leeds, diiringi kilas balik penuh tekanan dari masa lalunya bersama Derby dan perseteruan sengit dengan Don Revie. Semua ditulis dalam narasi waktu sekarang yang mencekam.

Meski tokohnya nyata, banyak detail yang diperdebatkan, bahkan sampai digugat secara hukum. Namun, film adaptasinya mempertegas bahwa ini bukan kisah fakta, melainkan potret jujur dari pria yang nyaris kehilangan kewarasannya demi sepak bola.

6 dari 10 halaman

6. Inverting The Pyramid: The History Of Football Tactics

Ilustrasi Premier League (c) AP Photo

Ilustrasi Premier League (c) AP Photo

Inverting The Pyramid: The History Of Football Tactics bukan sekadar sejarah taktik, tapi juga kisah tentang evolusi cara berpikir di balik permainan sepak bola. Jonathan Wilson merunut perubahan formasi dan strategi selama 150 tahun dengan gaya bercerita yang memikat.

Penulis tak ragu mengkritik pendekatan konservatif di sepak bola Inggris dan membongkar kesalahan fatal yang dilakukan oleh tokoh statistik seperti Charles Reep. Ia menunjukkan bagaimana data bisa disalahgunakan dan memengaruhi filosofi bermain secara luas.

Meski penuh referensi, buku ini tetap renyah dibaca dan sarat wawasan. Cocok bagi fans yang ingin jadi analis taktik dadakan di media sosial.

7 dari 10 halaman

7. All Played Out: The Story Of Italia 90

Kiper Liverpool Caoimhin Kelleher menendang bola Premier League 2021/22. (c) AP Photo

Kiper Liverpool Caoimhin Kelleher menendang bola Premier League 2021/22. (c) AP Photo

Kisah mendalam tentang Inggris di Italia 90 ini jadi tonggak penting dalam literatur sepak bola. Pete Davies menulis dengan semangat dan ketajaman, memperlihatkan sisi emosional yang jarang muncul dalam buku bola era 80-an.

Ia ingin mengangkat sepak bola sebagai bagian penting dari budaya, bukan sekadar tontonan para hooligan. Lewat narasi personal dan penuh makna, ia memperlihatkan bahwa sepak bola adalah bahasa universal yang menyentuh hati banyak orang.

Keberhasilan meyakinkan penerbit dan menyelesaikan naskah dalam delapan minggu adalah kisah luar biasa tersendiri. Turin, tempat Inggris gugur di semifinal, tetap membekas kuat dalam ingatannya.

8 dari 10 halaman

8. Fever Pitch

Penampakan Emirates Stadium  (c) Bola.net/Fitri Apriani

Penampakan Emirates Stadium (c) Bola.net/Fitri Apriani

Nick Hornby tidak menulis soal sepak bola sebagai hiburan semata. Ia menggali dalam bagaimana Arsenal membantunya melewati perceraian orang tua dan kekacauan hidup sebagai pria muda.

Berbeda dari cerita suporter lain, Hornby menyadari bahwa obsesinya terhadap klub justru bukan hal yang sehat. Tapi justru itulah kekuatan buku ini: jujur, reflektif, dan berani membuka luka.

Fever Pitch bukan hanya lucu dan ditulis dengan apik, tapi juga jadi potret budaya Inggris selama tiga dekade. Satu-satunya kekurangannya mungkin karena tidak punya alur kuat, tapi ini buku yang bisa dibaca kapan saja dan tetap terasa relevan.

9 dari 10 halaman

9. Football Against The Enemy

Fans Timnas Argentina di Olimpiade Paris 2024 (c) AP Photo/Laurent Cipriani

Fans Timnas Argentina di Olimpiade Paris 2024 (c) AP Photo/Laurent Cipriani

Sebelum media sosial dan siaran langsung ada di genggaman, pengetahuan penggemar sepak bola tentang dunia luar sangat terbatas. Tapi di situlah Simon Kuper hadir dengan Football Against The Enemy, buku debut yang membawa pembaca menjelajahi sisi politik dari permainan paling populer di dunia.

Ia berbicara dengan banyak tokoh nyentrik—mulai dari jenderal Argentina hingga pejabat klub Ukraina yang ditemuinya di antrean bandara. Dengan bahasa seadanya dan insting jurnalis muda, Kuper menjadikan dunia sepak bola sebagai arena eksplorasi politik dan identitas.

Walau Kuper merendah soal pengaruh bukunya, tak bisa dipungkiri ia membuka jalan untuk jenis penulisan bola yang lebih cerdas dan berani. Dua dekade setelahnya, Football Against The Enemy tetap relevan sebagai karya langka yang melihat sepak bola sebagai cerminan dunia.

10 dari 10 halaman

10. Provided You Don’t Kiss Me

Trofi Liga Champions dipajang saat final antara PSG vs Inter Milan di Allianz Arena, Munich, 1 Juni 2025. (c) AP Photo/Matthias Schrader

Trofi Liga Champions dipajang saat final antara PSG vs Inter Milan di Allianz Arena, Munich, 1 Juni 2025. (c) AP Photo/Matthias Schrader

Buku Provided You Don’t Kiss Me dibuka dengan kisah ikonik: Brian Clough mengusir jurnalis Duncan Hamilton dengan sumpah serapah, lalu dua hari kemudian mengajaknya minum whisky. Momen ini langsung memperlihatkan karakter khas Clough—kasar di luar, namun sebenarnya berhati lembut.

Duncan Hamilton menulis dengan gaya yang luwes dan membiarkan Clough bersinar sebagai tokoh utama. Ia menyusun ceritanya berdasarkan sisi-sisi kepribadian Clough, bukan urutan waktu, sehingga lebih terasa personal dan menggugah.

Tidak hanya membahas soal kemenangan di Eropa atau konflik panas dengan Leeds, buku ini juga menyentuh sisi manusiawi Clough. Dari sosok pelatih yang nyentrik hingga figur ayah yang kompleks, Clough digambarkan sebagai legenda dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Sumber: FourFourTwo


BERITA TERKAIT

KOMENTAR

BERIKAN KOMENTAR

LATEST UPDATE

LATEST EDITORIAL