Bola.net - - Thomas Luthi dikenal sebagai rider papan atas di setiap kelas balap Grand Prix yang ia tekuni, baik GP125, GP250 maupun Moto2. Namun mengapa ia justru terpuruk di MotoGP? Kepada Motorsport.com, rider asal Swiss ini pun berkisah panjang lebar mengenai musim debutnya di kelas tertinggi yang berjalan tak sesuai harapan.
Luthi yang merupakan juara dunia GP125 2005, dikenal sebagai rider yang kerap mengancam di Moto2, bahkan sukses menduduki peringkat runner up pada 2016 dan 2017. Prestasi inilah yang membuat Marc VDS Honda menggaetnya untuk MotoGP 2018, meski usianya telah menginjak 31 tahun.
Luthi pun ditandemkan dengan Franco Morbidelli, yakni rival beratnya dalam persaingan juara dunia Moto2 2017. Sayangnya, Luthi mengalami kecelakaan hebat di Sepang, Malaysia pada akhir 2017 dan cedera engkel, membuatnya harus absen dalam uji coba MotoGP di Valencia dan Jerez. Hal inilah yang diyakini Luthi sebagai awal suramnya MotoGP 2018.
Masalah Internal Marc VDS Bikin Pusing

Luthi pun mengaku debutnya di Qatar awal tahun ini tak terlalu buruk, di mana ia finis di posisi 16. Meski begitu ia mengaku tak punya petunjuk apa pun soal manajemen balap di MotoGP, dan saat masa belajarnya masih berlangsung, Marc VDS malah dilanda masalah internal di antara para petingginya.
Konflik ini membuat Marc VDS mundur dari MotoGP 2019 dan membuat nasib Luthi dan Morbidelli terkatung-katung. "Masalah terjadi dalam tim kami, yang lebih merugikan saya ketimbang Franco. Lingkungan Franco mungkin membuatnya agak lebih independen ketimbang saya. Inilah poin yang bisa saya pelajari," ungkap Luthi.
Morbidelli langsung 'diselamatkan' oleh mentornya di VR46 Riders Academy, Valentino Rossi yang merupakan ikon Yamaha, dan dipastikan membela Petronas Yamaha SRT musim depan. Luthi sendiri sempat berusaha keras mencari tim baru, dan akhirnya memutuskan kembali ke Moto2 bersama Dynavolt Intact GP, menggantikan Xavi Vierge.
Bingung Selalu Jalan di Tempat
Luthi terus-terusan tak mampu mencari kepercayaan diri saat mengendarai RC213V, dan sempat bertanya-tanya apakah memboyong crew chief-nya dari Moto2, Gilles Bigot, merupakan kesalahan. Ia juga heran mengapa dirinya sama sekali tak mampu meraih poin dan kesulitan mengejar Morbidelli, yang mengakhiri musim di peringkat 15 dengan koleksi 50 poin dan merebut gelar debutan terbaik.
"Itu yang selalu saya pikirkan. Apa yang terjadi? Franco bisa mengalami kemajuan, sementara saya jalan di tempat bersama banyak masalah. Jelas kooperasi kru dan dukungan teknis sangat penting. Kadang saya merasa tersesat. Terdengar bodoh, tapi itulah yang saya rasakan. Saya tak tahu apa yang harus saya lakukan karena tak ada kemajuan. Tentu saya frustrasi dan kecewa, dan saya tak tahu apa penyebabnya," ujarnya.
Motivasi Terjun Bebas
Luthi, yang sempat dikenal sebagai salah satu rival kuat Dani Pedrosa di masa lalu, mengaku kesulitan bertarung di MotoGP tanpa dukungan teknis dan mental dari tim. Ditambah fakta bahwa Marc VDS dipastikan mundur dari MotoGP, motivasinya pun terus berkurang setiap hari.
"Saya jelas ingin bertarung sampai bendera finis berkibar di balapan terakhir. Tapi jelas saya tak bisa melakukannya sendiri. Ada kalanya motivasi saya terjun bebas. Saya tak menyalahkan siapa pun, tapi memang rasanya sungguh sulit tanpa kesuksesan. Lagipula tim kami tak punya masa depan (di MotoGP). Semua orang sudah pergi. Jadi semuanya bertumpuk jadi satu," pungkasnya.
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
Selalu Garang di Moto2, Mengapa Luthi Gagal di MotoGP?
Otomotif 21 Desember 2018, 10:00
-
Turun Penuh di Moto2 2019, Dimas Ekky Ogah Sia-Siakan Kesempatan
Otomotif 19 Desember 2018, 13:10
-
Alex Marquez Nantikan Pertarungan dengan Luca Marini
Otomotif 18 Desember 2018, 14:05
-
Marini: Penting Punya Kakak Paling Berpengalaman di MotoGP
Otomotif 14 Desember 2018, 15:00
-
Tim Valentino Rossi Pamer Corak 2019 Lewat X-Factor Italia
Otomotif 14 Desember 2018, 11:30
LATEST UPDATE
-
Imbang 2-2 Lawan Mali, Ini 3 Pemain Timnas Indonesia U-22 yang Layak Dapat Apresiasi
Tim Nasional 19 November 2025, 04:00
-
Kabar Buruk untuk Arsenal, Pemulihan Kai Havertz Alami Kemunduran
Liga Inggris 19 November 2025, 02:20
-
Arsenal Buka Peluang Lepas 4 Pemain di Bursa Transfer Januari, Siapa Saja?
Liga Inggris 19 November 2025, 00:56
-
Manchester United Bisa Jual Marcus Rashford dan Kobbie Mainoo untuk Patuhi PSR
Liga Inggris 19 November 2025, 00:30
-
3 Opsi Pengganti Mohamed Salah di Liverpool, Termasuk Pemain dari Klub Rival
Liga Inggris 19 November 2025, 00:00
-
Lupakan Ronaldo, Bruno Fernandes Buktikan Jadi Pemain Paling Penting di Timnas Portugal
Piala Dunia 18 November 2025, 23:41
-
Analisis Calon Pengganti Robert Lewandowski: Menimbang 4 Kandidat Ideal untuk Barcelona
Liga Spanyol 18 November 2025, 23:22
-
Kiper Persis Solo Gianluca Pandeynuwu Ukir Sejarah di BRI Super League 2025/2026
Bola Indonesia 18 November 2025, 23:11
-
Benjamin Sesko Absen Kontra Everton, Kembalinya Diperkirakan Desember
Liga Inggris 18 November 2025, 22:46
-
Blunder Pemain Naturalisasi Malaysia Saat Sidang FIFA: Salah Sebut Asal Nenek
Tim Nasional 18 November 2025, 22:37
-
2 Laga Timnas Indonesia U-22 vs Mali: Kalah di Laga Pertama, Imbang di Laga Kedua
Tim Nasional 18 November 2025, 22:36
-
Bermain Api: Risiko Besar Perlakuan Tuchel pada Bellingham di Timnas Inggris
Piala Dunia 18 November 2025, 21:51
-
Calhanoglu dan Misi 'Anti-Modric': Kunci Taktik Chivu Menghadapi Panasnya Derby Milan
Liga Italia 18 November 2025, 21:02
LATEST EDITORIAL
-
4 Pemain yang Bisa Didatangkan Liverpool di Januari untuk Selamatkan Musim
Editorial 19 November 2025, 01:56
-
3 Bintang Manchester United yang Bisa Ditukar dengan Antoine Semenyo
Editorial 19 November 2025, 01:37
-
Tempat Lahirnya Legenda: 10 Stadion Paling Ikonik dalam Sejarah Sepak Bola
Editorial 13 November 2025, 10:55

























KOMENTAR