Bayern Munchen Lumat Auckland City 10-0: Bukti Piala Dunia Antarklub Tidak Adil?

Bayern Munchen Lumat Auckland City 10-0: Bukti Piala Dunia Antarklub Tidak Adil?
Papan skor menunjukkan hasil pertandingan Bayern Munchen vs Auckland City di Piala Dunia Antarklub 2025 di Cincinnati, 15 Juni 2025. (c) AP Photo/Jeff Dean

Bola.net - Bayern Munchen mencetak sejarah kelam untuk Auckland City dengan kemenangan telak 10-0 di Piala Dunia Antarklub 2025. Kiper Conor Tracey, yang sehari-hari bekerja sebagai distributor obat hewan, harus mengambil bola dari gawangnya sebanyak tujuh kali sebelum babak pertama berakhir.

Turnamen yang diusung FIFA dengan slogan "The Best vs The Best" ini justru mempertontonkan kesenjangan ekstrem antara klub elite Eropa dengan wakil Oceania. Auckland City, klub semi-profesional dengan anggaran terbatas, harus mengeluarkan biaya dua kali lipat dari pendapatan tahunan mereka hanya untuk berpartisipasi.

Di balik skor telak tersebut, tersimpan kisah inspiratif para pemain Auckland yang rela mengambil cuti tanpa bayaran dari pekerjaan utama mereka. Lantas, apakah format baru ini benar-benar adil atau sekadar pemanis bagi dominasi klub Eropa?

1 dari 4 halaman

Kisah Conor Tracey dan Auckland City yang Pantang Menyerah

Michael Olise (kedua dari kiri) merayakan golnya di laga Bayern Munchen vs Auckland City, Minggu (15/06/2025). (c) AP Photo/Jeff Dean

Michael Olise (kedua dari kiri) merayakan golnya di laga Bayern Munchen vs Auckland City, Minggu (15/06/2025). (c) AP Photo/Jeff Dean

Conor Tracey bukanlah kiper biasa pada umumnya. Di luar lapangan, pria berusia 28 tahun ini bekerja sebagai distributor obat untuk klinik hewan di Selandia Baru.

Untuk tampil di Piala Dunia Antarklub, ia harus mengambil cuti tanpa bayaran dari pekerjaannya. Meski kebobolan 10 gol, performa Tracey sebenarnya cukup solid dengan tujuh penyelamatan gemilang.

Sayang, satu blunder umpan kepada Jamal Musiala untuk gol kesembilan Bayern menjadi simbol kesenjangan yang terlalu lebar. "Ini pengalaman tak terlupakan," ujar Tracey setelah pertandingan usai.

Auckland City sendiri akan menerima 3,5 juta USD dari FIFA. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun lapangan all-weather bagi sekolah-sekolah lokal.

Bagi mereka, kekalahan telak ini jauh lebih baik daripada tidak berpartisipasi sama sekali.

2 dari 4 halaman

Kontroversi Format The Best vs The Best

FIFA mengusung turnamen ini dengan slogan "The Best v The Best", sementara DAZN mempromosikannya sebagai "Uncontested" atau tak tertandingi. Namun realita di lapangan justru menunjukkan kesenjangan yang sangat mengkhawatirkan.

Opta mencatat Bayern Munchen berada di peringkat ke-4 dunia, sementara Auckland City tercecer di posisi 4.928. Miguel Angel Russo, pelatih Boca Juniors, dengan blak-blakan menyebut lawan Bayern sebagai "tim semi-profesional".

Pertanyaan besarnya adalah apakah masalahnya terletak pada keikutsertaan Auckland, atau justru pada framing FIFA yang terlalu muluk? Sebab, ini merupakan penampilan ke-13 Auckland di Piala Dunia Antarklub.

Mereka lolos secara sah sebagai juara Liga Champions Oceania.

3 dari 4 halaman

Dilema Representasi vs Kualitas

Kingsley Coman (kedua dari kiri) merayakan golnya di laga Bayern Munchen vs Auckland City, Minggu (15/6/2025). (c) AP Photo/Jeff Dean

Kingsley Coman (kedua dari kiri) merayakan golnya di laga Bayern Munchen vs Auckland City, Minggu (15/6/2025). (c) AP Photo/Jeff Dean

Di satu sisi, kehadiran Auckland City memenuhi prinsip representasi global FIFA yang ingin melibatkan semua konfederasi. Namun di sisi lain, laga seperti Bayern vs Auckland justru merusak citra turnamen yang ingin disetarakan dengan Liga Champions.

Fakta menarik bahwa Auckland City bahkan bukan tim terkuat di Selandia Baru. Gelar itu diperebutkan oleh Auckland FC dan Wellington Phoenix yang bermain di liga Australia.

Namun karena Australia kini bernaung di bawah AFC, jalan Auckland City ke turnamen dunia justru lebih terbuka. Format alternatif seperti fase grup ala Liga Champions mungkin bisa memberi Auckland kesempatan lebih adil melawan tim setara.

Tapi kalender yang sudah padat membuat opsi ini sulit diterapkan. Pada akhirnya, FIFA harus memilih antara idealisme representasi global atau kualitas kompetitif yang seimbang.

4 dari 4 halaman

Masa Depan Turnamen: Inklusif atau Elitis?

Kekalahan telak 10-0 ini memantik perdebatan tentang masa depan Piala Dunia Antarklub. Apakah FIFA akan mengurangi kuota tim dari konfederasi kecil, atau justru memperbanyak slot untuk klub Eropa?

Jika mengikuti logika "the best of the best", maka 80% peserta seharusnya berasal dari Eropa. Tapi ini akan mengubah turnamen menjadi semacam European Super League versi FIFA.

Sebaliknya, mempertahankan format inklusif berarti risiko melihat lebih banyak laga timpang seperti ini. Seperti kata pepatah, "Hati-hati dengan apa yang kamu inginkan".

Mungkin kekalahan 10-0 ini adalah harga yang harus dibayar untuk turnamen yang benar-benar global. Atau jangan-jangan, inilah kenyataan pahit sepakbola modern yang tak lagi bisa disangkal?


BERITA TERKAIT

KOMENTAR

BERIKAN KOMENTAR

LATEST UPDATE

LATEST EDITORIAL